sumber : http://tommyswindow.com
Bismillah
Cerita ini kudapat dari seorang teman, sebut saja namanya Abdullah, warga negara Indonesia yang telah "beralih" kewarganegaraan Jerman, yang baru 20 tahun terakhir memeluk Islam. Subhanalloh, banyak kisah, himah dan pelajaran hidup yang kudapat selama berinteraksi dengan beliau. Termasuk salah satu kisah tentang Guru-nya ini...
----
Suatu ketika, Abdullah berjalan bersama Gurunya. Beliau adalah seorang syekh yang mengajarkan tentang Islam di sebuah masjid di Jerman. Dalam perjalanan, mereka bertemu dengan muridnya yang lain, seorang bapak-bapak yang tampak lebih muda umurnya dibanding Abdullah, sebut saja namanya Umar. Dia sedang berjalan bersama anak kecilnya.
Setelah berbasa-basi menanyakan kabar diri dan keluarga, Umar meminta sesuatu pada Sang Guru. Dia meminta agar Sang Guru berkenan memberikan nasehat pada anaknya agar tidak terlalu banyak makan bonbon (permen). Sambil senyum Sang Guru menyampaikan permohonan maafnya pada Umar. "Maaf, aku tidak bisa melakukannya sekarang. Insya Allah satu atau dua pekan lagi kau dapat menemuiku kembali", jawabnya datar. Umar pun memaklumi, dia mengira mungkin gurunya ini sedang ada keperluan lain yang mendesak. Dia pun akhirnya meminta izin untuk pergi, melanjutkan perjalanannya. Berbeda dengan Umar yang bisa memaklumi, Abdullah yang dari tadi berada di samping Sang Guru berkerut keningnya.
Setelah Umar dan anaknya pergi, Abdullah bertanya pada Sang Guru. "Ya syekh, mengapa kau tidak mengabulkan permohonan Umar agar kau menasehati anaknya? kan itu mudah sekali", tanyanya dengan penuh rasa ingin tahu. Sang Guru langsung menerbitkan senyum manis yang tertahan. Sebelum berkata-kata, dia membuka tas yang dari tadi digantungkan di bahunya. Sambil dia tunjukkan isinya pada Abdullah, Sang Guru berkata, "Coba lihat Abdullah, di tas ku ini juga ada bonbon. kau lihat kan? Aku juga masih suka memakannya, aku masih belum bisa menghilangkan kebiasaan ini. Aku meminta waktu pada Umar barang satu atau dua pekan, agar aku bisa menghilangkan kebiasaan burukku ini dulu. baru kemudian aku akan memenuhi permintaannya." Jawaban itu membuat Abdullah memicingkan matanya. Seolah mengerti bahwa muridnya belum paham, sesaat kemudian Sang Guru melanjutkan, "Bagaimana mungkin aku menasehatkan sesuatu yang aku sendiri masih melakukannya. Akan sia-sialah nasehatku. Meski bisa saja ku menasehati, tapi nampaknya tidak akan "sampai" nanti di hati anak itu." Subhanalloh...penjelasan dari Gurunya itu membuatnya terpana, terpana dengan keluhuran budi beliau. Tampak wajah Abdullah menyiratkan bahwa ia paham. Senyum. hanya senyum, hanya dengan itulah ia mampu membalas pernyataan Gurunya. Akhirnya mereka pun kembali melanjutkan perjalanan.
Bagi Abdullah, kejadian yang baru saja terjadi di depan matanya adalah sebuah hikmah yang luar biasa. Tidak salah rasanya dia menjadi murid dari seseorang yang memiliki keluhuran budi seperti Sang Guru.
----
Subhanalloh, kisah itu cukup inspiratif buatku.
Ada beberapa hikmah yang bisa diambil :
- Berpikir sebelum bertindak
- Menyampaikan sesuatu yang telah kita perbuat, dan sebaliknya tidak menyampaikan sesuatu yang tidak kita perbuat.
- Menjaga lisan
- Memperhatikan adab nasehat-menasehati
- Tidak akan menjadi hina seseorang yang senantiasa berhati-hati (wara') dalam hidupnya
Al-Qur’an surat As_Saff ayat 3 “Kaburo maqtan ‘indallaahu an taquuluu maa laa taaaf’aluun”, yang artinya amatlah besar kemurkaan disisi Allah bahwa kamu mengatakan apa yang tidak kamu perbuat.
Semoga kita terlindung dari adzab Allah di dunia hingga di akhirat.
Tetap semangat dalam mengamalkan, mengajak dan menyebarkan kebaikan...^__^
Wassalam
Geen opmerkingen:
Een reactie posten